Search This Blog

Wednesday 11 February 2015

PMII Peduli

20150210_112554
JAKARTA – Hujan lebat mengguyur Jakarta selama 2 hari membuat sebagian wilayah terendam banjir. Tidak ketinggalan wilayah langganan banjir Kampung Pulo Jatinegara Jakarta Timur yang merupakan wilayah muara kali Ciliwung. Ketinggian air kali Ciliwung di pintu air Manggarai tercatat 825 cm pada Senin (9/2/2015) jam 21.30 dan semakin meningkat setiap jamnya hingga Selasa Pagi.
Ketinggian air di pemukiman Kampung Pulo sudah sampai seleher orang dewasa atau sekitar 1,5 meter, sehingga warga sudah mengungsi di beberapa tempat termasuk di kantor Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Timur di Jln Jatinegara Barat. Jumlah warga yang mengungsi di Kantor Sudinkes sebanyak 85 kepala keluarga atau 309 orang termasuk banyak balita, anak-anak, dan lanjut usia.
Melihat kondisi warga yang sedang membutuhkan bantuan kemanusian tersebut, Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) DKI Jakarta membuka posko bantuan korban banjir di kantor Sudinkes untuk menyalurkan makanan, obat-obatan dan pakaian anak-anak dan balita.
“Mahasiswa Jakarta (PMII) harus turut merasakan penderitaan para korban banjir dan ikut serta memberikan bantuan yang dibutuhkan berupa makanan, obat-obatan, pakaian, dan sebagainya untuk meringankan beban hidup mereka yang menjadi korban banjir,” terang Mulyadin Ketua PMII DKI Jakarta, Selasa (10/2).
Hal senada dikemukakan Ketua Umum Kowani mitra pembentukan posko banjir PMII DKI Jakarta. Dr. Ir. Hj. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd menyatakan bahwa bantuan yang berikan adalah bentuk kepedulian wanita (kowani) terhadap ibu-ibu, anak-anak, balita, lansia dan warga masyarakat yang menjadi korban banjir.(Maq)

Sumber : pmii.or.id

Sunday 1 February 2015

89 Tahun, NU Adalah Idaman

NU


Tak terasa telah begitu lama negara Indonesia merdeka. Hampir 70 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri dengan banyak tantangan dan peristiwa sejarah yang dialami bangsa ini. Massa Agresi Militer Belanda, Peristiwa pembantaian PKI, Orde Baru, Revolusi hingga Reformasi, NU menjadi salah satu sahabat setia yang tak pernah putus meninggalkan bangsa Indonesia. Dengan begitu setianya NU tetap mempertahankan Ke-NU-anya untuk tetap menjaga Indonesia dari segala kepentingan politik manapun.
Nahdlatul Ulama sendiri lahir pada 31 Januari 1926 M—sesuai catatan sejarah—yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar, yang sebelumnya adalah bertujuan untuk mengantisipasi niat buruk Raja Ibnu Saud dalam membongkar makam Nabi Muhammad SAW, maka dibentuklah Komite Hijaz oleh KH. Wahab Hasbullah yang kemudian disistematisasi menjadi ormas NU (nu.or.id). Hingga tahun ini NU telah menjalankan roda organisasi selama 89 tahun (Masehi), tentu itu bukan waktu yang sedikit.
Peranan NU bagi bangsa Indonesia bukanlah hanya sebagai organisasi sosial yang bergantung hidup sepenuhnya pada negara, namun NU mempunyai bagian penting bagi bangsa Indonesia. NU merupakan organisasi masyarakat terbesar di Indonesia dengan jumlah 34,92 % jumlah penduduk Indonesia (data BPS 2010). Dalam perjuangan bangsa Indonesia dari massa penjajahan Belanda hingga era Reformasi kalangan pesantren selalu ikut andil. Kita ambil contoh pada tahun 1937, NU telah mempelopori persatuan umat islam di seluruh Indonesia yaitu MIAI (Majlis Al Islamiy Al A’la Indonesia) untuk mempersatukan ummat Islam dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda (pesantren.web.id). Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pesantren dan intelektual NU dalam memperjuangkan bangsa Indonesia.
Masyarakat NU di era millennium ini banyak dilirik oleh negara asing dalam hal kerukunannya. Indonesia terkenal sebagai negara plural yang terdiri dari banyak suku, agama, dan ras. Indonesia juga mempunyai masyarakat yang beragama Islam terbesar di dunia. Jika dibandingkan dengan negara Timur Tengah yang masyarakat muslimnya jauh lebih sedikit dari Indonesia, masyarakat NU lah yang menurut saya mempunyai riwayat konflik tersedikit dari negara-negara lain. Hal ini bisa dibandingkan pada konflik yang terjadi di negara Iran, Syuriah, Irak, Palestina, dan negara Timur Tengah lainnya yang tiap tahunnya bisa terjadi peperangan yang menimbulkan korban jiwa. Di Indonesia sampai saat ini tercatat, konflik agama Islam yang paling parah terjadi adalah peristiwa Poso pada 2000 silam antara orang Islam dan Kristen. Konflik ini pun, menurut Allisa Wahid dalam materinya (21/01/15) di Kaliurang silam, menyatakan bahwa konflik ini sebetulnya bukan konflik agama secara murni, namun merupakan oknum terkait yang mencoba memanfaatkan ketegangan masyarakat sebagai korbannya. Selain itu, dalam kasus bom bunuh diri dan terorisme yang hangat-hangatnya terjadi, ketua umum PBNU, Prof. Dr. KH. Said Aqil Sirodj menyatakan dalam media detik.com, bahwa pesantren NU tidak ada yang terkait teroris. Pernyataan-pernyataan ini telah membuktikan bahwa NU bukanlah agama, ormas, dan jama’ah yang keras dan tidak menghargai perbedaan, namun NU merupakan organisasi jam’iyyah dan Wasilah (jalan) yang selalu menjunjung tinggi toleransi sebagaimana dicerminkan oleh Almarhum KH. Abdurrahman Wahid.
Beberapa waktu lalu, 19 September 2013, delegasi dan tokoh agama dari Afganistan berkunjung ke Indonesia, tepatnya di Museum NU Surabaya. Maksud dari kedatangan mereka salah satunya adalah ingin mengetahui kondisi warga NU yang terkenal ramah dan rukun terhadap pemeluk agama lain. “Kami akan bawa pengalaman Islam ala NU ke Afganistan” tutur Fazal Ghani, pemimpin rombongan dari Afganistan (muslimmedianews.wordpress.com). Ini merupakan salah satu bentuk pujian yang diberikan oleh negara gurun pasir kepada NU untuk keberhasilan dalam mengayomi warganya dalam payung Islam Rahmatan Lil Alamin. Dari semua pernyataan yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa NU merupakan idaman bagi dunia islam ke depan.
Penulis: Mohammad Sahlan (PMII Universitas Gadjah Mada)