Search This Blog

Sunday 31 May 2015

Menimbang PMII Menjadi Badan Otonom Nahdlatul Ulama




Menimbang PMII Menjadi Badan Otonom Nahdlatul Ulama



Membicarakan masalah kembalinya PMII kembali ke NU merupakan persoalan yang menarik untuk di bahas dan dirumuskan. PMII dan NU serasa sudah menjadi satu meskipun tidak seutuhnya PMII milik NU. Namun, persoalan ini merangsang nalar kritis bagi sahabat sahabati PMII untuk menemukan titik pasti apakah PMII akan kembali pada NU atau dalam bahasanya menjadi badan otonom NU. Akan tetapi, salah satu pendiri PMII Ciputat Khatibul Umam mengatan bahwa PMII itu yang melahirkan NU ketika menjadi pembicara pada acara Harlah PMII ke-55 di Ciputat akan lebih menarik lagi ketika kita kumpulkan gagasan sahabat/i yang pernah saya kunjungi dan mendiskusikan tentang pmii menjadi badan otonom nu.


Perjalanan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia telah melawati fase demi fase mengikuti arus perkembangan. Dengan kata lain PMII sudah bisa dikatakan MANDIRI atau berdikari akan tetapi kita tidak punya kepastian tentang Ideologi maupun Nilai Dasar Pergerakan yang merujuk kepada Nahdlatul Ulama. Sedangkan kita sendiri telah mengindependensikan diri dari struktural Nahdlatul ulama yang pada saat itu berkecimpung dalam dunia politik praktis. Jangan sampai kita hanya bisa bedikari di atas angan-angan retorika ideologi maupun Nilai Dasar Pergerakan yang tidak ada kepastian bahwa kita harus melangkah dari jejak yang smar samar dan tidak mempunyai tujuan pasti dimana kita harus berdiri dan bergrak.


Menjadikan PMII sebagai badan otonom NU bukanlah hal yang saya rasa tidak harus dipersulit kepastiannya. Dari 230 Cabang dan 22 Pengurus Kordinator Cabang PMII di seluruh Indonesia[1] kita butuh yang namanya yang namanya sebuah konsolidasi yang melandasi pergerakan yang berbasis Islam Indonesia. Saya menemukan ketidaksetaraan basic maupun perubahan yang signifikan. Pada sisi lain banyaknya jumlah Pengurus Cabang dan Pengurus kordinator Cabang dan kader yang berlimpah menjadi tantangan tersendiri bagi organisasi tercinta kita yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Saya merasa Pengurus Besar pun tidak dapat menjangkau atau mengendalikan jalur kendali dimana PMII harus melangkah. Yang katanya mempunyai Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran termasuk Paradigma Kritis Transformatif (PKT). Tapi menurut saya itu hanya sekedar bunyi-bunyian saja tanpa pengaplikasian di Lokalitas, Nasional, Maupun  Global meskipun kita hanya berfokus pada Nasional.

Kembalinya PMII ke NU atau menjadi Badan Otonom NU itu di rasa sangat penting demi kemajuan dan langkah pergerakan. Bukan saja untuk membenahi sistem struktural yang selama ini kurang produktif dalam menjangkau semua kader yang ada di Indonesia. Dan membenarkan anggapan ASWAJA yang selama ini hanya dimaknai secara lafadz saja. Akan tetapi, ASWAJA dimaknai sebagai Nilai Dasar Pergerakan (NDP) dan Ideologi sebagai keyakinan mutlak seluruh warga  Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang menjadi suatu sistem penghayatan nilai-nilai ke islaman.


Dari semua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang pernah saya kunjungin baik itu PC Ciputat, PK Perbanas mereka tidak mempersoalkan masalah PMII menjadi badan otonom NU karena mereka lebih memilih PMII teteap dengan independensinya. Hal inilah yang menjadi keistimewaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang bisa merangkul semua kader meski mereka bukan Nahdlatul Ulama dan banyak sekali kader yang bukan Nahdlatul Ulama tetapi meraka PMII. Ketika kita memang telah menjadi Badan Otonom NU apakah mahasiwa yang bukan NU akan melirik ?  . Bahkan mereka menganggap dengan indepensensi PMII inilah yang membuat daya tarik diantara Pergerakan Mahasiswa atau organisasi Mahasiswa yang lain. Anggapan yang lainnya bahwa, Ketika kita telah menjadi Badan Otonom Nahdlatul Ulama kita tidak akan bisa bergerak bebas dan kita akan selalu di kordinir dalam ruang lingkup politik. Akan tetapi salah satu pendiri PMII Ciputat Khatibul Umam yang ketika itu tidak jadi bernagkat pada acara Harlah PMII ke-55 di Surabaya kerena tiket bertepatan dengan sholat Jum’at dan beliu masih menanggung beban saat itu yaitu menjadi Khotib dan Beliu merelakan itu karena dia msih punya tanggung jawab.Saya bangga kepada bapak Khatibul Umam padahal Beliau akan menerima penghargaan pada Harlah PMII Ke-55 di Surabaya.Tetapi beliau lebih memilih tanggung jawabnya dan menghadiri Harlah di PC Ciputat tepatnya di ASPI. Beliau mengatakan bahwa NU itu anaknya PMII dalam candanya ketika menjadi pembicara Harlah PMII ke-55. Menurut saya, Beliau bernaggapan seperti itu karena PMII dan NU telah menjadi satu baik dalam hal ideologi maupun yang lainnya.



Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tidak akan bisa di pisahkan dari gerbong besarnya yaitu Nahdlatul Ulama yang selama ini menjadi gagasan maupun yang lainnya. Bapak Khatibul Umam mengatakan “Gagasan selalu menjadi kunci dalam setiap gerakan dan ide harus menjadi petunjuk jalan setiap tindakan. Hal inilah yang membuat PMII senantiasa eksis pada setiap zamannya”. Gagasan memang pnting dan akan menjadi panglima dalam pergerakan yang mesti dijalankan dengan hati yang terbuka dan di trnasformasikan dengan kaki-kaki yang selalu bergerak[2] dan gagasan yang saya tuangkan dalam hitam diatas putih ini akan  sangat mendukung sekali PMII menjadi Badan Otonom NU.  karena ketika kita pikirkan hal yang semacam apalah itu. Seperti banyaknya kader PMII yang bukan Nahdlatul Ulama yang merasa tidak setuju ataupun sebaliknya yang selama ini mereka bekhidmat pada PMII akan berusaha sebaik mungkin dalam mentransformasikan semuanya kepada PMII. Dan masalah dengan kader-kader PMII yang bukan Nahdlatul Ulama sya percaya kepada mereka meski PMII menjadi Bdan Otonom Nahdlatul Ulama mereka akan senantiasa berkhidmat kepada Organisasi tercinta kita yaitu Pergerakan Mahasiswa Indonesia.


Jadi, dari semua permasalahan yang ada, baik dari segi ideologi maupun Nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia mengenai PMII menjadi Badan Otonom NU merupakan suatu hal yang benar-benar harus di dukung kepastiannya. Menjadikan PMII sebagai Badan Otonom NU yang akan lebih memberi titik pasti baik itu dari segi Sistematis, Administrasi maupun Struktural. Pada hakikatnya semua akan kembali kepada masanya seperti halnya PMII kembali ke NU dan kita bisa mempunyai titik pasti dimana kita harus berdiri dan akan menggerakan bumi seperti yang di katakan Archmedes. Dan saya berharap dengan kembalinya PMII kepada NU akan menambah semangat para Sahabat dan Sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan lebih jooz lagi dalam hal penghayatan nilai-nilai ke islaman maupun yang lainnya.











[1] Jaelani SF, Kuasa Gagasan Dalam Pergerakan, Hal 3
[2] Jaelani SF, Kuasa Gagasan Dalam Pergerakan, Hal 15